Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MARISA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2022/PN Mar Lukman Ilato alias Gilang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo, Cq. Kepala Kepolisian Resort Pohuwato Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 23 Agu. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Mar
Tanggal Surat Jumat, 19 Agu. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Lukman Ilato alias Gilang
Termohon
NoNama
1Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo, Cq. Kepala Kepolisian Resort Pohuwato
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kepada Yth;

Wakil Ketua Pengadilan Negeri Marisa 

Di-

            Marisa.

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini :

RISNO ADAM, S.H.,CPLC.

TAUPIK S PANUA, S.H., CPLC.

TITIP SUROSO, S.H.

JURI WARTABONE, S.H.

IRFAN, S.H.

Kelimanya adalah Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum pada Kantor LEMBAGA BANTUAN HUKUM RUMAH RAKYAT JUSTICE FOR ALL KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO. BADAN  HUKUM  KEMENKUMHAM  RI  NO. AHU-0011307.AH.01.07 TAHUN 2019 dan TERAKREDITASI KEMENKUMHAM  RI  NO. M.HH-02.HN.03.03 TAHUN 2021, Alamat: Jl. Kusnodanupoyo Kompleks Mesjid Agung Pohuwato Desa Marisa Selatan  Kec. Marisa Telp/Fax: 0852-5697-9159. WA. 0822-9180-8931, email risnoadam@gamil.com. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. bertindak untuk dan atas nama :

Nama                        : Lukman Ilato alias Gilang

Nik                              : 7504022302790001

Tempat/Tgl Lahir    : Dulupi 23-02-1979

Jenis Kelamin           : Laki-laki

Agama                     : Islam

Pekerjaan                 : Wiraswasta

Alamat                      : Desa Bolihuangga Kec. Limboto Kab. Gorontalo Prov. Gorontalo

Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut diatas, untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------PEMOHON.

 

Dengan ini PEMOHON mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Proses Penetapan Tersangka, dalam dugaan kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 281 ke-1 KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) oleh Kepolisian Resort Pohuwato. Dimana dalam hal ini Proses Penetapan Tersangka yang dilakukan telah melanggar Hak Asasi Manusia PEMOHON,serta tidak terpenuhinya syarat formil dan syarat materiil dalam Penetapan Tersangka sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Pasal (1) angka 14,Pasal 18, dan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah dikenakan atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh :

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH GORONTALO, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT POHUWATO yang beralamat di Jalan Trans Sulawesi Nomor 117 Marisa 96313.

Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------TERMOHON.

Bahwa adapun dasar alasan PEMOHON mengajukan Permohonan Praperadilan adalah sebagai berikut :

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERDILAN
  1. Bahwa perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak yang memberikan suatu jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Kemerdekaan. Hak pada seseorang melalui suatu surat perintah tugas, menuntut seorang pejabat atau aparatur negara yang melaksanakan Hukum Pidana Formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan terhadap Hak-hak Asasi Manusia;
  2. Bahwa keberadaan lembaga Praperadilan, sebagaimana yang diatur dalam Bab X Bagia Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksud sebagai sarana control atas pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum). Sebagai upaya koreksi terhadap wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia setiap orang termasuk dalam hal ini PEMOHON;
  3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
  4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya pakssa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, dilakukan secara professional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
  5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
  1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
  2. Ganti rugi dan rehabilitas merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia;
  3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
  4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan;
  5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka;
  1. Bahwa apapun yang diuraikan di atas, yaitu lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit  dan ruh  atau jiwanya  KUHAP, yang berbunyi :
    1. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia  serta yang menjamin segala warganya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
    2. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kea rah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”;

Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :

“Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mentabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”

  1. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penetapan tersangka, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitas bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP) juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 enyebutkan bahwa :
  1. Tersangka, Terdakwa, atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
  2. Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahli warisnya atas penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP;
  1. Bahwa mendasari substansi pada Huruf A point 7 diatas maka PEMOHON menjelaskan sebagai berikut:
  • Bahwa tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik Resort Pohuwat0 (TERMOHON) menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka serta dilakukan Penahanan sejak tanggal 5 Agustus 2022 s/d sekarang;
  • Bahwa penetapan tersangka dan penahanan kepada PEMOHON, khususnya dalam perkara Tindak Pidana perlindangan (Persetubuhan) tentunya menimbulkan akibat hukum terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu PEMOHON;
  • Bahwa dengan ditetapkan seseorang menjadi Tersangka in casu PEMOHON tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentuan  dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu PEMOHON telah dirampas;
  • Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan TERMOHON secara sewenang-wenang kepada PEMOHON telah mengakibatkan kerugian materil dan imateril;
  1. Bahwa tindakan TERMOHON yang cacat yuridis sebagaimana yang dimaksud diatas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan pengalihan status dari saksi menjadi tersangka terhadap PEMOHON tanpa  didasari 2 (dua) alat bukti yang sah;
  2. Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan Kitab Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal ini tidak berarti kesalahan TERMOHON tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan yang dibentuk untuk melindungi hak asasi manusia seseorang (tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Kepolisian. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 ayat (1) :

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”

Pasal 5 ayat (1) :

“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

  1. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu proses dari system penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karena itu proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana yang diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-Undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya Hak Asasi Manusia yang akan dilindungi tetap dpat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (Penetapan Tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
  2. Bahwa beberapa putusan Praperadilan tentunya juga dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan dan tindakan penyidik/penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik (TERMOHON), tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan yang terjadi diwilayah hukum Pengadilan Negeri Marisa;
  3. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Peraturan kapolri No 12 Tahun 2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka;
  4. Bahwa prosedur Penetapan Tersangka in casu PEMOHON, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit, atau ruh dan jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :
    •  

Pasal 28 D ayat 91) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa :

  • hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga Negara.

  1. ALASAN PENGAJUAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. URAIAN FAKTA
    1. Bahwa PEMOHON adalah seorang masyarakat biasa berusia 43 tahun. PEMOHON berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/148/VI/2022/SPKT/Res-Phwt, tanggal 29 Juni 2022 di sangka telah melakukan Tindak Pidana melanggar ketentuan Undang-undang Perlindungan Anak (Persetubuhan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) Jo Pasal 76 D Undangn-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undangn-undang Jo Undangn-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terhadap Pr Dwi Yuliani Mbuinga yang dituduhkan dilakukan dirumah ibu kandung Pr Dwi Yuliani Mbuinga yang beralamat di Desa Taluduyunu Kec. Buntulia Kab. Pohuwato pada tahun 2021.  Laporan yang di tuduhkan kepada PEMOHON adalah perbuatan yang telah terjadi 1 (satu) tahun silam, padahal hal tersebut tidak pernah di lakukan PEMOHON kepada Pr Dwi Yuliani Mbuinga;
    2. Bahwa permasalahan yang terjadi sebenarnya antara PEMOHON dengan anak tiri Pr Dwi Yuliani Mbuinga adalah dimana PEMOHON bersama Istri pemohon yang merupakan ibu kandung dari anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga  telah mencari keberadaan anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga didalam rumah dari jam 08.30 wita s/d jam 11.30 wita tidak berada dalam rumah pada hari kamis 29 Juni 2022, oleh karena Pemohon juga adalah ayah tiri Pr Yuliani Mbuinga yang memiliki tanggung jawab maka kemudian PEMOHON pamitan kepada istri untuk pergi mengunjungi teman Pemohon bernama Pak Pendi yang tingga di kos-kosan, setelah Pemohon sampai didepan kos pak Pendi, Pemohon melihat Motor milik PEMOHON sedang terparkir dihalaman kos-kosan yang dihuni oleh Pak Pendi, melihat hal tersebut maka kemudian PEMOHON mengambil gambar/Foto terhadap sepeda motor sebagai dokumentasi;
    3. Bahwa kemudian PEMOHON bertanya kepada Pak Pendi kalau motor itu siapa yang pake? Jawab Pak Pendi tidak tahu, kemudian PEMOHON balik bertanya lagi kepada Pak Pendi dimana kamarnya Lk Raples? Jawab Pak Pendi disebelah sana mari saya antar dikamarnya Pak Gilang (PEMOHON), sesampainya dikamar kos milik Lk Raples Pak Pendi langsung mengetuk pintu kamar akan tetapi tidak dibuka oleh pemilik kamar yaitu Lk Raples, di balik pintu Pemohon dan Pak Pendi mendengar ada suara dari dalam kamar sehingga Pak Pendi mencoba mengintip dari sela bawah pintu ternyata Pak Pendi kaget setelah melihat ada seoarang perempuan didalam kamar milik Lk Raples, padahal diketahui Lk Raples ini belum menikah/beristri sehingga dengan alasan itu maka pintu kamar kos milik Lk Rafles langsung didobrak oleh Pak Pendi sampai terbuka. Setelah terbuka pintu kamar kos milik Lk Raples, Pemohon dan Pak Pendi masuk dan melihat di dalam kamar kos ternyata ada anak tiri PEMOHON bernama Pr Dwi Yuliani Mbuinga  bersama Lk Raples dan Lk Raples sudah tidak memakai kaos;
    4. Bahwa kemudian PEMOHON bertanya kepada saudara Raples kiapa kamu sobakukurung “so apa yang terjadi ini”? Lk Raples hanya diam dan kemudian PEMOHON langsung menampar Lk Raples. Tiba-tiba anak tiri PEMOHON Pr Dwi Yuliani Mbuinga bersuara dan mengatakan “ngana cuma papa tiri lagi stel baurus-urus pakita” mendengar perkataan anak tiri Pemohon yang tidak pantas tersebut PEMOHON langsung menampar anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga setelah itu PEMOHON perintahkan untuk pulang kerumah dan pada saat itu anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga langsung pergi pulang kerumah dan sesampainya didepan rumah anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga  posisi masih berdiri di samping sepeda motor dalam keadaan menangis kemudian ditanya oleh ibu kandungnya (istri PEMOHON),  kenapa menangis? Tidak ada jawaban dari anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga tidak lama kemudian PEMOHON tiba dan PEMOHON menjawab pertanyaan istri PEMOHON “kita ada tampar kamari dia, bekeng malu depe kelakuan ada baku kurung dengan laki-laki dia di kamar kos dan laki-laki itu torang peorang kerja dulu yaitu saudara Raples” kemudian istri PEMOHON mengajak masuk kedalam rumah anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga dan ditanya “kiapa ngana sebagini tata? dan ini sudah berapa kali tata jaga bekeng dan sekarang sudah banyak orang tahu, ngana ini tata sebaku janji dengan ti bunda setidak mebekeng kelakuan tapi ngana ada bekeng lagi semobekeng malu ngana ini baru kiapa masih jaga bekeng?  Anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga tidak ada jawaban sama sekali” dan disaksikan oleh orang-orang kerja pada saat itu, istri, dan Istri PEMOHON sempat sok dengan kejadian itu, maka istri PEMOHON balik bertanya lagi “kiapa ngana sesampe bakukurung dengan dia?” dijawab anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga saya hanya ba antar nasi kuning” istri PEMOHON balik bertanya lagi kiapa ti tata dapa tau dia suruh beli nasi kuning, balik jawab anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga dia (Lk Raples) ada dola ti nunu (Pr Dwi Yuliani Mbuinga);
    5. Bahwa kemudian Istri PEMOHON perintahkan kepada anak-anak Pekerja di rumah Pemohon dan Istri Pemohon untuk mengantar anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga ke pada  ayah kandungnya di Desa Duhiadaa dan di ingatkan oleh Istri PEMOHON kepada anak-anak Pekerja (Dian dan Iki adalah Pasutri)) “jangan kase singga dimana-mana dia langsung antar sama pa depe papa” yang artinya jangan singgah di mana langsung ke ayah kandungya. Tapi kenyataannya anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga atas kehendak dirinya memaksa untuk singgah di kamar kos milik Lk Raples (tempat kejadian ditemukan Pr Dwi Yuliani dan Lk Raples berduaan oleh Pemohon) dengan alasan mengambil rokok dan korek.  Setelah tiba di kos-kosan Lk Raples anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga turun dari mobil langsung menuju kamar Lk Raples dan masuk dengan menutup pintu kamar Lk Raples, Sekitar 30 menit lamanya anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga berada dalam kamar kos milik Lk Raples dan belum keluar kembali ke mobil maka Lk Iki sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengantar Pr Dwi Yuliani Mbuinga ke ayahnya bergegas turun dari mobil untuk mengajak anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga kembali ke mobil. Setelah sampai didepan kamar kos Lk Raples pintu kamar dalam keadaan tertutup sehingga Lk Iki mengetuk pintu kamar kos milik Lk Raples kemudian Lk Raples membuka pintu dan Lk Iki bertanya mana Yul (anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga)? Lk Raples menjawab tidak ada Yul disini tidak lama kemudian anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga keluar dari kamarnya Lk Raples;
    6. Bahwa selanjutnya anak Yul (anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga) langsung naik mobil dan Yul bersuara “saya tidak usa diantar sama ti Papa (ayah) semoturun sama ti Oma nanti Yul yang akan kasetau sama ti Papa (ayah),” sehingga permintaan anak Pr Dwi Yulianti Mbuinga dituruti oleh Pr Dian dan Lk Iki dan langsung menurunkan barang-barang milik anak Pr Dwi Yulianti Mbuinga dirumah omanya (nenek) sekitar Jam 2 siang pada hari kamis 29 Juni 2022;
    7. Bahwa berdasarkan uraian diatas tanpa didasari fakta dan alasan yang jelas Termohon telah memanggil Pemohon untuk diperiksa sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana kesusilaan yang kemudian di tetapkan sebagai tersangka dan di ditahan;
    8. Bahwa dengan penetapan Tersangka dan Penahanan oleh penyidik Reskrim Polres Pohuwato (TERMOHON) terhadap diri PEMOHON tanpa di dasari oleh fakta yang benar dan alat bukti yang cukup (minimal 2 alat bukti) merupakan tindakan yang telah melanggar Hak Asasi Manusia utamanya PEMOHON;
    9. Bahwa waktu yang digunakan Termohon untuk melakukan pemeriksaan perkara sampai di tetapkan Tersangka dan ditahannya Pemohon sangat singkat;

 

  1. TENTANG HUKUMNYA

Bahwa baik terhadap Proses Penetapan Tersangka, tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (due process of law).

  1. Proses Penetapan Tersangka;

Dasar Hukum

  • Pasal 1 Ayat (14) KUHAP menjelaskan bahwa Tersangka adalah “Seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;
  • Selanjutnya, dalam Pasal 66 Ayat (1) dan (2) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2014 tentang Tentang Manajmen Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
    1. Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh Penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti;
    2. Syarat penetapan tersangka diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya Putusan mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan
  1. Minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan
  2. Disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.
    1. Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.

Fakta Hukum

  • Bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka oleh TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh TERMOHON. Sehingga penetapan menjadi tersangka dimaksud terikat pada aturan dasar. (in casu melanggar aturan dasarnya atau tidak mempunyai dasar hukum);
  • Bahwa Pengambilan keputusan oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka adalah tidak sah, karena tidak dilaksanakan berdasarkan hukum dan ketentuan yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan;
  • Bahwa PEMOHON telah dipaksa untuk menandatangi segala surat-surat dari TERMOHON, sehingga ketika ada surat yang muncul dari TERMOHON yang tidak bersesuai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dimohonkan kepada yang mulia Hakim untuk dapat mengkesampingkan surat-surat tersebut;
  • Bahwa Penggunaan wewenang TERMOHON dalam menetapkan status tersangka terhadap diri PEMOHON dilakukan untuk tujuan diluar kewajiban dan tujuan diberikannya wewenang TERMOHON tersebut. Hal ini merupakan suatu bentuk tindak penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power);
  • Bahwa PEMOHON telah mendapat Surat Panggilan dari TERMOHON dengan Nomor: S.Pgl/467/VIII/2022/Resk pada tanggal 2 Agustus 2022;
  • Bahwa Penggunaan wewenang TERMOHON telah melakukan penahanan kepada diri PEMOHON berdasarkan surat perintah penahanan Nomor: SP.Han/39/VIII/2022/Reskrim tanggal 5 Agustus 2022, bahwa yang pertanyaan adalah sbb:
  1. Kapan perkara PEMOHON dilakukan Gelar Perkara?;
  2. Kapan PEMOHON mendaparkan surat pemberitahuan pengalihan status dari saksi menjadi Tersangka?;
  3. Kapan PEMOHON mendapatkan Surat Panggilan sebagai Tersangka?. 

Bahwa melihat dari Surat Panggilan yang dilayangkan oleh TERMOHON pada tanggal 2 Agustus 2022 kepada PEMOHON dimana PEMOHON menghadiri pemeriksaan pada hari Jum’at tanggal 5 Agustus 2022 dan tanggal yang sama dilakukan juga Penahanan kepada PEMOHON berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor:SP.Han/39/VIII/2022/Reskrim.

Fakta Hukum

  • Bahwa beradarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana diketahui tahapan administrasi perkara pidana yang diatur dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 518/A/J.A/11/2011 tertanggal 1 November Tahun 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 132/JA/11/1994 yang menunjukan tahapan dari proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana. Dalam hal prapenuntutan, penyidikan melalui beberapa tahapan atau proses administrasi :
  1.  Adanya Surat Perintah Penyidikan/SPRINDIK atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP);
  2.  Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan;
  3.  Surat Pemanggilan Saksi;
  4.  Surat Pemberitahuan Peralihan Status Tersangka;
  5.  Surat Pemanggilan Tersangka;
  6. Surat Perintah Penahanan;

Sedangkan pada kenyataannya proses atau prosedur administrasi tersebut diatas tidak ditempuh oleh TERMOHON sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Pidana Umum. PEMOHON setalah mendapat panggilan dan kemudian di periksa pada tanggal 5 agustus langsung di lakukan penahanan oleh TERMOHON;

b. Pemeriksaan Pemohon Dalam Tekanan Termohon

-     Keptutusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana Bab III angka 8.3.e.6 Bujuklak tindak Pidana Menyatakan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan”;

-     menurut ahli Hukum Pidana Yahya harahap menjelaskan dalam bukunya berjudul “Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutuan (hlm 137), jika suatu BAP adalah hasil pemerasan, tekanan, ancaman, atau paksaan. Maka BAP yang diperoleh dengan cara seperti ini tidak sah;

-     Bahwa PEMOHON dalam pemeriksaan sebagai saksi pada tanggal 5 agustus 2022 di ancam untuk menandatangani berita acara pemeriksaan oleh TERMOHON, padahal saat itu PEMOHON menyatakan menolak untuk menandatangani hasil Berita Acara Pemeriksaan dimaksud karena dalam pemberian ketarangan PEMOHON mendapat ancaman;

c. PEMOHON tidak di dampingi oleh Penasihat Hukum

-      Pasal 56 ayat (1) KUHAP, dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau di dakwa melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam denga pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagai mereka;

-      Bahwa PEMOHON dalam memberikan keterangan di muka penyidik/ TERMOHON tidak di dampingi oleh penasihat hukum, PEMOHON baru di dampingi oleh penasihat hukum pada tanggal 19 Agustus 2022, padahal PEMOHON telah di lakukan pemeriksaan dan di tetapkan sebagai tersangka kemudian di tahan pada tanggal 05 agustus 2022 di hari yang sama;

-      Bahwa PEMOHON tidak diperkenankan oleh TERMOHON untuk menggunakan haknya dalam menentukan sendiri Penasihat Hukumnya, TERMOHON memaksa PEMOHON untuk di dampingi Penasihat Hukum yang di tunjuknya namun PEMOHON bersikeras menolak;

-      Bahwa berdasarkan atas tindakan TERMOHON yang memeriksa PEMOHON tanpa di damping oleh Penasihat Hukum merupakan perbuatan melanggar hukum, sehingga segala bentuk pemeriksaan batal demi hukum;

Berdasarkan uraian dan penjelasan PEMOHON maka sudah dipastikan Penetapan diri PEMOHON sebagai tersangka, secara hukum adalah Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat. Oleh karena itu, perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku Tersangka, tanpa Prosedur adalah Cacat Yuridis/bertantangan dengan hukum. Akibat dari tindakan TERMOHON telah mengalami Kerugian materil dan imateril sebagai berikut:

  1. Kerugian materiil dimana dengan adanya Laporan Polisi Nomor: LP/148/VI/2022/SPKT/Res-Phwt, tanggal 29 Juni 2022 dari ayah kandung anak Pr Dwi Yuliani Mbuinga bernama Dwi Yuliani Mbuinga telah merugikan PEMOHON, dimana PEMOHON telah menghadapi Laporan mulai dari Laporan sampai pemanggilan saksi dan dilakukan penahanan oleh TERMOHON, kerugian PEMOHON apabila dinilai dengan sejumlah uang maka sebesar Rp. 12.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah);
  2. Bahwa selain kerugian materiil diatas, PEMOHON telah mengalami stres, malu dan terhina dituduh melakukan Tindak Pidana Perlindungan Anak (Persetubuhan), kerugian imateril PEMOHON tidak dapat di hitung, namun karena harus ada kepastian maka PEMOHON menuntut kepada TERMOHON dihukum untuk membayar kerugian Immateriil sebesar 1.000.000.000 (satu miliyar rupiah);
  1. PETITUM

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah seharusnya menurut hukum PEMOHON memohon agar Pengadilan Negeri Marisa berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/38/VII/2022/Reskrim, Tanggal 29 Juni 2022 adalah Tidak Sah dan cacat Prosedur dan Cacat Yuridis.
  3. Menyatakan PENAHANAN PEMOHON berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/39/VIII/2022/Reskrim tanggal 5 Agustus 2022 adalah Tidak Sah atau batal demi hukum. Maka oleh karena Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/39/VIII/2022/Reskrim tanggal 5 Agustus 2022 adalah Tidak Sah atau batal demi hukum maka sepantasnya TERMOHON harus mengeluarkan/membebaskan PEMOHON dari rumah tahanan TERMOHON;
  4. Menyatakan segala tindakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana yang dilakukan Penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 281 Ke-1 KUHP  adalah Tidak Sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan dan Penahanan a quo  tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  5. Menyatakan setiap tingkatan pemeriksaan oleh TERMOHON kepada PEMOHON yang tidak di dampingi Penasihat Hukum adalah perbuatan melawan hukum;
  6. Menyatakan bahwa perbuatan TERMOHON yang menetapkan dan melakukan Penahanan PEMOHON tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum dan membayar kerugian Materiil sebesar Rp. 12.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan kerugian Immateriil sebesar 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) kepada PEMOHON secara kes dan seketika;
  7. Menyatakan segala surat-surat TERMOHON yang timbul dalam perkara a quo adalah tidak sah yang berkaitan terhadap diri PEMOHON batal demi hukum;
  8. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

 

  1.  

Apabila Yang terhormat Wakil Ketua Pengadilan Negeri Marisa cq Hakim memeriksa perkara ini berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya.

Demikian permohonan Praperadilan ini kami sampaikan.

 

Pohuwato, 19 Agustus 2022

Hormat kami,

Kuasa/Penasihat Hukum PEMOHON

 

 

 

RISNO ADAM, S.H.,CPLC.       

 

 

 

 TAUFIK S PANUA, S.H., CPLC.       

 

 

 

TITIP SUROSO, S.H.

 

 

 

JURI WARTABONE, S.H.                       

Pihak Dipublikasikan Ya